beku
PUISIMU
Di sini,
ya di sini, aku hanya seuntai puisi
yang mengigigil di pagi sepi, menatap
kilau bebulir embun di halaman,
terkenang
saat sekuntum-sekuntum krisan gugur
di bawah bening cahaya matamu.
Dulu' Selalu kau minta aku menulis 100 puisi cinta
untukmu, tapi kini tanganku telah luruh menjelma
selapis tanah kering; di halaman sisa hujan
tertiup angin dan sunyi menyentuh sisi hening.
Sehelai rambut di pipimu seakan mencatat gerimis
di bawah lengkung langit itu, kita tak bicara
tentang duka atau sepercik doa yang tak sempat
dihangatkan waktu. Matahari hanya menatap
segumpal awan yang sedikit lembab bekas sisa hujan tadi malam.
Dan aku, masihlah tetap
seuntai puisi yang menggigil di pagi sepi
mengenang ciuman hujan di bawah lengkung
langit biru, menyimpan selarik puisi yang tak
sempat kutuliskan untukmu:
Sekalipun kecup sapaku tak terlaksana langsung di pagi ini
Biarlah dengan sapaan embun aku menitipkannya untukmu
Semoga di pagi ini menjadikan pagi yang indah dan cerah untukmu
2.-----------------------------------------------------------------------------------------------
RAINTREE
Di bawah ranting pohon-hujan ini, telah kurelakan
engkau memetik sebutir gerimis, saat sericik
kenangan manis bergema memeluk savana terjauh
yang tak kunjung kita singgahi. Kita begini gelisah
merindu semacam perjalanan, selepas peluh
serintik-serintik membasuh benih sunya, menjelma
setangkai magnolia, tumbuh di sudut tergelap hati kita.
Kesepian begini kadang bisa tak tertanggungkan,
bahkan oleh jarak dan cahaya, sebelum dengung cicada
memecah kilau purnama, menjelma perjumpaan
meski tak nyata. Kita selalu ingin melukis mimpi
dengan setiap tetes air mata, menjelma sepasang
sungai kecil, serupa senyap menyentuh pipi angkasa,
merelakan detik merangkai perih (sebelum gerimis
bersulih) menjelma sekuntum-sekuntum bunga putih.
3.-----------------------------------------------------------------------------------------------
HATIMU
Sebulir-sebulir begini mungkin tak bisa lagi sembunyi
Di sudut matamu hitam begitu mengapungkan nyeri
Ke pias telaga, waktu tak bisa berpaling, muasal luka
Selepas isak menjemput senyap di reranting kaliandra
Dengung cicada memeluk ujung jemarimu adalah rinai
Yang lain, luruh menyentuh buih dan lengkung sungai
Begitu sahdu kautatap segugus awan di langit senja
Adalah hatimu, adalah dingin pada kelok ujung jalan
Menembus batas gelap dan terang, melepas bayang
Yang tak hendak kautunggu, meski jalan itu merentang
Sejauh pundak bukit, menjemput senyummu, kau pergi
Sebelum tikung tepian kota yang tak kau tahu namanya
Melepas angin biru, diam-diam serpih seuntai cahaya
Menjelma perahu, sealun-selaun menghantar perihmu
Ke dermaga paling tenang: sebentang cakrawala ungu
Selengang-selengang, petik sebait puisi di alis matamu
4.-----------------------------------------------------------------------------------------------
MEGATRUH
Kau magnolia,
kuntum-kuntum pink
berlagu begini bening.
Sesaat kekinian
berkilau sepenuh sunya.
Perlahan kutemukan lagi
terang abadiku yang hilang
menjelma cahaya bintang
dalam kerling kedua matamu.
Sepasang embun di daun
cempaka manyatukan
seluruh mimpiku. Kulepas kini
letih pencarian, sungguh,
duduk di sisimu adalah subuh
terutuh dari seluruh perjalanan.
Kukayuh sampan senyumku
ke tengah ranjang pengantin kita
tak lain telaga nan tenang
membawa seluruh pedih kita
hanyut ke dasar paling lengang.
5.-----------------------------------------------------------------------------------------------
SEPASANG SUNYI
Di mana akan kausimpan cahaya
bulan padam menjemput percik ombak
menyentuh urat-urat laut di keningku?
Tersimpan di sini, di sela tebing rintih
Sebenting karang terlipat tatap matamu
Bercak-bercak perih, jejak kata digerus waktu
‘Kadang kita tak bisa memilih,’ lirihmu
‘Hingga mimpi
Komentar