Sang pengejar tahta

Ada melati di terang bulan, diam-diam tanpa bilang melepas kuncupnya
jatuh di telaga; maka berlarilah para pemimpin di desa, menyusuri jalan-
jalan kecil, melompati pohon-pohon kelapa yang roboh melintang,
menapaki pematang-pematang yang melingkar di antara padi-padi
menguning; ah, rupanya para pemimpin telah berdiri tegak di seputar
telaga, satu per satu datang menyelinap di antara yang lain, satu per
satu datang menyelinap di antara yang lain, satu per satu datang
menyelinap di antara yang lain, dan padatlah ribuan orang di tepian
telaga desa yang airnya putih seputih santan Indonesia
Lihatlah, tubuh mereka berputar ke kanan berputar lagi dan berputar lagi
kemudian berhenti, berlutut, saling memandang; bersimpuh tidak
hanya memandang kuncup melati namun juga airnya, rumput-rumputnya,
tanah-tanahnya, batu-batunya, bambu-bambunya, burung-burungnya
dan bunga-bunga lain seperti mawar, kenikir, kamboja, pandan, arum
dalu, pacar, anggrek dan lain-lainnya yang muncul nyaris berbarengan
datangnya hujan deras sederas-sederasnya; sederas slogan-slogan
busuk dan lama, berulang-ulang, tanpa jemu, diteriakkan lantang;
saudara-saudara se desa sebangsa dan se tanah air . saudara-saudara
se desa sebangsa dan se tanah air . saudara-saudara se desa sebangsa
dan se tanah air . saudara-saudara se desa sebangsa dan se tanah air .
saudara-saudara se desa sebangsa dan se tanah air .
Entah apa maunya para pemimpin itu telanjang tiba-tiba, saling melihat
kelamin dan bersorak; lalu ramai-ramai mencebur ke telaga, ramai-ramai
menuju rumah sakit jiwa.
Di Tepi Tali Kutang

Komentar

Postingan Populer