Kutekankan pada Hati, "Ini hanyalah MIMPI"
Maka, berpikirlah cara untuk tidak tidur.
Logika berkata kejam, "KeNYATAan itu pahit."
Dan Jiwa ini sedang menunggu untuk dibenci.
Segalanya berubah.
Tentu saja, "Hidup itu dinamis; bergerak"
Tak terkecuali aku.
Aku juga mengalami metamorfosa; layaknya kupu-kupu.
Namun, metamorfosa-ku belumlah sempurna.
Jalanku masih panjang; bersimpang, berbelok, dan berliku.
Mengalir; tapi tak pernah kutau kemana akan bermuara.
hHah... Hidup ini sungguh berat.
Adakah hal yang lebih berat dari sekedar berjuang untuk hidup?
sketsa hati
Maka, berpikirlah cara untuk tidak tidur.
Logika berkata kejam, "KeNYATAan itu pahit."
Dan Jiwa ini sedang menunggu untuk dibenci.
Segalanya berubah.
Tentu saja, "Hidup itu dinamis; bergerak"
Tak terkecuali aku.
Aku juga mengalami metamorfosa; layaknya kupu-kupu.
Namun, metamorfosa-ku belumlah sempurna.
Jalanku masih panjang; bersimpang, berbelok, dan berliku.
Mengalir; tapi tak pernah kutau kemana akan bermuara.
hHah... Hidup ini sungguh berat.
Adakah hal yang lebih berat dari sekedar berjuang untuk hidup?
Telaga itu luas,
sebentang Ailah di Syam hingga Sana'a di Yaman. Di tepi telaga itu
berdiri seorang lelaki. Rambutnya hitam, disisir rapi sepapak daun
telinga. Dia menoleh dengan segenap tubuhnya, menghadap hadirin dengan
sepenuh dirinya. Dia memanggil-manggil. Seruannya merindu dan merdu. "Marhabban ayyuhal insaan! Silakan mendekat, silakan minum!"
Senyumnya lebar, hingga otot di ujung matanya berkerut dan gigi putihnya tampak. Dari sela gigi itu terpancar cahaya. Mata hitamnya yang bercelak dan berbulu lentik mengerjap bahagia tiap kali menyambut pria dan wanita yang bersinar bekas-bekas wudhunya.
Tapi, diantara alisnya yang tebal dan nyaris bertaut itu, ada rona merah dan urat yang membiru tiap kali beberapa manusia dihalau dari telaganya. Dia akan diam sejenak. Wibawa dan akhlaqnya terasa semerbak. Lalu, dia bicara penuh cinta, dengan mata berkaca-kaca. "Ya Rabbi", serunya sendu, "Mereka bagian dariku! Mereka ummatku!"
Ada suara menjawab, "Engkau tak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu!"
Air telaga itu menebar wangi yang lebih harum dari kasturi. Rasanya lebih lembut dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih sejuk dari salju. Di telaga itu, bertebar cangkir kemilau sebanyak bilangan gemintang. Dengan itulah si lelaki memberi minum mereka yang kehausan, menyejukkan mereka yang kegerahan. Wajahnya berseri tiap kali ummatnya menghampiri. Dia berduka jika dari telaganya ada yang dihalau pergi.
Telaga itu sebentang Ailah di Syam hingga Sana'a di Yaman. Tapi ia tak terletak di dunia. Telaga itu Al-Kautsar. Lelaki itu Muhammad. Namanya terpuji di langit dan bumi.
Senyumnya lebar, hingga otot di ujung matanya berkerut dan gigi putihnya tampak. Dari sela gigi itu terpancar cahaya. Mata hitamnya yang bercelak dan berbulu lentik mengerjap bahagia tiap kali menyambut pria dan wanita yang bersinar bekas-bekas wudhunya.
Tapi, diantara alisnya yang tebal dan nyaris bertaut itu, ada rona merah dan urat yang membiru tiap kali beberapa manusia dihalau dari telaganya. Dia akan diam sejenak. Wibawa dan akhlaqnya terasa semerbak. Lalu, dia bicara penuh cinta, dengan mata berkaca-kaca. "Ya Rabbi", serunya sendu, "Mereka bagian dariku! Mereka ummatku!"
Ada suara menjawab, "Engkau tak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu!"
Air telaga itu menebar wangi yang lebih harum dari kasturi. Rasanya lebih lembut dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih sejuk dari salju. Di telaga itu, bertebar cangkir kemilau sebanyak bilangan gemintang. Dengan itulah si lelaki memberi minum mereka yang kehausan, menyejukkan mereka yang kegerahan. Wajahnya berseri tiap kali ummatnya menghampiri. Dia berduka jika dari telaganya ada yang dihalau pergi.
Telaga itu sebentang Ailah di Syam hingga Sana'a di Yaman. Tapi ia tak terletak di dunia. Telaga itu Al-Kautsar. Lelaki itu Muhammad. Namanya terpuji di langit dan bumi.
sketsa hati
Komentar