Gundah

Aku dan waktu


waktu cepat berlalu, bergegas dan lupa menyapaku,.
aku enggan mengingatkan, kalau sebongkah batu
yang dia letakkan diatas dada, untuk tempat duduk
menunggu hujan reda, alpa dia bawa.

jadilah dada serasa koyak dan meledak

waktupun resah saat kehidupan yang diasuhnya
nakal dan bengal;
semua serba kemungkinan, kelam dalam hitam
dan tak ada jaminan kepastian.
dan bukankah hentakan sejarah juga demikian?
bukankah revolusi juga begitu?

ah!!
aku biarkan saja waktu sekehendak hatinya
bermain ayunan, catur dan berteka teki
karena aku adalah seorang buta,
yang meraba-raba dikedalaman warna.



hidup ini
Layarkan kehidupan
ke destinasi pilihan
nikmatilah keindahan
yang tak dijanjikan.

Hayatilah keperitan
baru bisa mengertikan
kemanusian
kebesaran rahsia kebenaran

Yang tinggal kita mencari
hidupnya tanda misteri
kita tafsirkan
sukar diertikan

Hidup ini memang payah
kadang gelap kadang cerah
hati ini jika resah
siksa jiwa takkan sudah

Hidup ini memang payah
kuterima kuberserah
hati ini bila pasrah
yang susah bisa mudah

Bersama yang susah
adanya mudah
bersama yang susah
mudah

Arus deras kehidupan
dikejar dan ditinggalkan
terima yang ditakdirkan
tulus kesyukuran

Dalam jiwa perperangan
duka resah sendirian
kita dalam pengorbanan
pinta keampunaan.


wak Ap By Ys

♥◊♥ K!DUNG KEMAT!AN ♥◊♥

Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
karena jiwa ini telah berselimut cintaMu
Dan biarkan ragaku berjibaku
karena batin ini memiliki asamu

Lihatlah malam dan siang, gulita dan benderang
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang
Dan taburi tubuh ini dengan wanginya melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa, olesi kaki-kaki ini dengan wangian,

Dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi tanpa pena
Biarkan ku istirahat di ranjang menimang-nimang asa
karena kedua bola mata ini telah teramat lelah mencernanya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwa;
Terbangkan dawai-dawai harpa
Dan singkapkan segala tabir lara

Nyanyikanlah masa-masa lalu  dengan segala warna
Engkau memandang fajar harapan dalam mata,
karena makna ghaibnya tak dapat di logika
Lembut bagai ranjang kapas tempat berbaringnya jiwa

Hapuslah air matamu, saudaraku,
Dan tegakkanlah kepalamu
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya
Antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal dunia

Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya
Dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan dan jejaka  mendekati dan melihat bayangan
Tuhan dalam mataku,dan mendengar Gema Iradat-Nya
berlarian dengan nafasku.

Dan,..
Di dalam kubur jasadku terbujur
Terkubur gelap cahya pengap tak beruang
aku sendiri dalam kegelapan dan keheningan
berselimut kafan tertimbun reruntuhan

Lalu,..
Malaikat datang sesal menghampiri
Atas siksa dosa yang menyertai
seiring waktu busukkan jasad ini
jerit menggema tiada yang peduli
Siksa kuburku hingga kiamat nanti
Menjelang hanya mengharap ampunan Illahi

Aku tak kuasa kembalikan masa lalu
Tuk meluruskan jalan kesesatanku




Ujung Subuh



: kesenyapan




hio masih menyala di ujung subuh, dalam sepi yang gigil bersama kabut yang turun perlahan, butiran embun yang jatuh di dedaunan seperti wirid semesta, gesekan angin dingin dengan dahan serupa gumam bumi untuk sembahyang, mengantarkan pujipujian

tapi kita genapi setubuh untuk selalu utuh dalam keremangan, memiliki pikat sekaligus pukat, yang pastinya bersinggungan dalam kepentingan hingga lahirkan jiwajiwa pemberontak yang menyebabkan khaos sebagai puncak persinggungan

bahasa yang layak adalah yang tak berbahasa, saat tubuh menikmati ledakan dalam hitungan yang berpacu dalam percepatan, sebagai klimaks yang paling resmi sebuah penyelesaian, maka bahasakan dengan diamdiam dalam senyap yang paling hitam

adalah aku yang hidup dan menghirup hawa harihari yang berduka dengan indra yang senantiasa terjaga, sejak melewati jamjam yang bisu, tematema dalam peristiwa, lalulalang kendaraan, wajahwajah kota, kesibukan persimpangan jalan, yang hanya meninggalkan aroma wangi pagi

sementara tubuh kian cemas bernafas dengan ketakutan yang tersembunyi di balik dunia yang hanya terpahami sendiri, hingga cinta itu terbit sebagai matahari, seperti pagi menggantikan malam tadi

karena kelahiran hari selalu menghadirkan keriuhannya sendiri dengan teriakan kenek mencari penumpang, sepanjang jalan tb simatupang, jarak memulai langkah pertama dengan membenahi letak sabar yang terdalam, suatu saat kenangan akan karam sebab ikhlas menumbuhkan bebunga yang subur di sebuah taman, hatimu





@ Tiraimu

sketsa hati

Komentar

Postingan Populer