dia>>>> tmn q

 

 

 

 

Lentera Pecah buat Bunda

oleh Shalya Shayra pada 12 Januari 2011 jam 10:05
Teruntuk engkau,
_barak "verloss kamar"

Va,
Kerap sekali bunda menepikan lelahnya ketika kita menangis kehausan
padahal susunya mengering bersama kemarau yang menguning
tapi bunda selalu tabah kemudian melangkah menimang kita
mencucukkan asa yang kita hisap meski hanya seutas rasa

Lalu kenapa, va
kita menjejal hati kemudian mengeram sesal
mengutuk kelemahan diri karena tak mampu menambal
segala serat kasih
segala umpan janji
padahal kita memang sepenggala

Jangan biarkan masa memuntung kita disini
karena cinta kita belum berbunga
sekalipun Tuhan memecahkan kita dan memisah dalam beling beling bisu
namun ada doa yang kerap kita munajatkan saban petang
hingga memerah kemudian membelah menjadi ijabah

belajarlah menimang airmata
karena ketika kita siap tegak di hadapan badai
gagah serupa batang menara
maka tak ada kilap mercusuar yang tak mampu kita bakar
bertanyalah, va
pada hati yang menjadi pemimpin kita
tentang bunda
tentang surat nasib yang sudah tertera
di kitab Tuhan.




Perempuan Setengah Purnama

oleh Shalya Shayra pada 03 Januari 2011 jam 23:28
Malam usang di kubangan
memercik air di gemericik hujan
lalu sepasang mata sembab memerah
gerangan niskala telah menadah padanya

Selir waktu telah membaca akad pergantian masa di telinganya
meretas kidung asmaradana yang di lahirkan sisa hujan tadi siang
tergoleklah ia di anjungan angin yang merinding
membasuh betis kurus dari pikirannya yang sumbing

Duhai, duka laraku...
malam telah menawarkan kesunyian sebagai zirah airmataku
mengkhidmatkan batinku untuk menyenggamai labirin sepinya
sungguh tak ada teman yang setia padanya kecuali Tuhan dan doa para pengasih yang menyulam munajat kubra di sayap mudanya

Aku adalah jemarinya yang mengkerdil di pijak kerikil
yang mebakar obor bambu sebagai lampu suluh
di rusbang malamnya, sekebat mukenah melilit di tubuhnya
menemani jamuan malamnya yang di lamar rembulan setengah purnama.








Tuliskan Aku Puisi

oleh Shalya Shayra pada 26 Desember 2010 jam 8:31
Sudah usang jedahku di balut rindu
Dari dudukku di rindang perdu
Mengganti hari menjadi dera dan lara hati

Duduk sini, kekasihku
Gubahkan aku puisi tentang kematian rindu
Yang diarak dari tarian kelakar pagi
Yang disugihkan dari kedatangan bulan siang hari

Aku banyak bermimpi
Tentang jiwaku yang terbangun dari kelelahan
Tentang rinduku yang merenda warna bunga dari suntingan kupu kupu

Hanya bisa bermimpi, sayangku...
Ketika doa meninggalkan tangkainya
Ketika sanjung terlepas dari dahannya
Maka puisikan segala mimpiku yang menyudahi galaumu ketika waktu memaksa untuk pulang dan bertandang di ranjang lajang.
 
 
 

Aku, Calon Mendiang

oleh Shalya Shayra pada 16 Desember 2010 jam 12:53
1/
Udara terasa kaku didadaku
Tak ada lagi rengkuh hangat di bahu
Wanita paruh baya yang pernah menyinggahi mimpiku menjadi kembang muda di lembar awan
Lekaki buangan aku dihadapmu

2/
Aku yang datang dari tangan kotor
Segala niskala serupa capa yang melesat dipembuluh darah

Aku ini mati mimpi
yang telingaku tuli oleh isak sedih mereka yang bertelanjang hati disisi rusbang besi

3/
Segala sumpah berdiang ditungku kepala
Biji serapah serupa kapas yang bertualang digelut api
Aku, yang termakan waktu
Dari wanita pembawa bakul berisi derita
Wanita yang menjaja cinta murah ditelapak tangan

4/
Kelak tiba masaku
Simpan airmatamu dilipatan kain panjang yang membungkus tubuh hitamku
Munajatkan saja doa kecil sebagai iring iringan keranda

5/
Kini malam adalah musim kekal dibenakku
Lingkar aksara menyuar dihelai almanak
Menanti namaku menjadi mendiang
Memusarakan mimpiku, menisankan harapku

6/
Titipkan sepucuk rindu buat bocah lelakiku
Kelak dewasa tak serupa diriku
Yang mengeram rindu diladang terlarang.


*bangsal/hiv-sida



Senandung cerutu kayu [II]

oleh Shalya Shayra pada 14 Desember 2010 jam 18:45
Ketika pertiga malam bertandang ke rusbang lelahmu, biar kukembangkan sajadah tempat keningmu mengadu
menggantung tiap tetes doa di lipatan keliman jubah Tuhan
hingga malam benar benar berpeluk dalam permohan

duh, ayah...
Tuhan tak pernah ingkar janji dan menyakiti
hanya kita yang mungkin saja buta meraba tanda
dari malam yang melamar siang sebagai pengantin senja
atau dari musim yang larut kemudian gugur...

dengarlah,
ketika aku menggenggam seluruh jiwaku untuk bertaruh di hadapan malam
akan kubawa kau mengumpulkan angin
membaca hujan hujan gugur
dan menanti matahari rapuh dan jatuh di telapak tangan.


Jundi Allah

oleh Shalya Shayra pada 28 Mei 2010 jam 18:28
Allah telah menetapkan pertempuran antara hak dan bathil
dan semua itu adalah untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk
dari kebenaran dan kebohongan, sampai hari qiyamat
apa yang berlaku ke atas umat kita hari ini berbagai musibah dan ancaman
serta kehinaan semua ini merupakan kabar gembira akan terbitnya fajar baru
maka dari kegelapan itu akan terpancar cahaya. (Al-Maidah : 82).


"Tangisnya......"

Ayah..!! kata mereka kau penjahat
padahal sebenarnya engkau bukan penjahat
Ayah..!! mengapa mereka jauhkan aku darimu
mereka menangkap mu tanpa memberi kesempatan
untuk mencium ku meski hanya sekali
atau mengusap air mata ibu

Ibu..!! aku melihat air mata di kelopak matamu setiap pagi
apakah Palestina tidak berhak di beri pengorbanan..??
setiap pagi aku bertanya pada matahari

Ibu..!! apakah Ayah akan kembali suatu hari..??
ataukah dia akan mengusap air mata ibu yang terus menetes setiap hari

wahai Ayah..!! dimanakah engkau..??
ooo.... bayi - bayi yang di jajah
kini telah datang hari raya baru setelah hari raya tahun lalu
dan bayi barupun lahir setelah bayi yag itu
dan para syuhada berguguran setelah gugurnya syahid yang lalu
sedang Ayah masih disembunyikan di sebalik jeruji besi
dalam sel mengerikan yang tak layak di huni manusia

mana hari kemenangan dan kehancuran penjara - penjara besi itu..??
malulah kalian...
malulah kalian ..
malulah kalian..
Aku ingin Ayah pulang !


(bumi Palestina)
 
 

Senandung Pesisir Garam

oleh Shalya Shayra pada 10 Desember 2010 jam 23:10
1/
Pak, lampu suluh sudah kupanggang sedari tadi
angkat sauhnya dan kita melaut bersama angin ribut
memecah gelombang menjala purnama
menjoran anak anak ikan ke keranjang

2/
Biar kudayung biduk ke tengah laut
sambil bernyanyi kecil mengusir kantuk
katakan saja, pak...
kalau kita tak hendak menamam petasan di terumbu
karena disana aku pernah menamam rindu

3/
Biarkan saja malam mengadili kita disini
mengajari kita bermimpi menyetubuhi kerat di air laut yang melekat
karena nasib telah menjanjikan kita untuk bertahan duduk disini

4/
Sebelum subuh menyapu kita
rujuki angin yang membawa kita pulang ke tepian pesisir
menghitung butir pepasir
menambat biduk kayu
lalu membagi cerita
Nelayan kecil di rahim malam.


sketsa hati

Komentar

Postingan Populer