sprty biasanya



Bila rasa membuncah, rindu menikam sembilu
Lidah kelu, diam seribu kata dalam bisu
Resah pekat lembayung , semu

Katakan pada ilalang liar
Saat tumbuhnya mulai menjalar
Serupa goresan di dedaun lontar

Katakan saja pada gegurat di dinding bebatu
Lewat desah saat embun menghiasi kucup bunga sepatu
Seperti patri di telapak prasasti batu

Katakan saja pada gunung di lapak krakatau
Lewat hembusan saat angin mendaki kawah semeru
Selayak gelora yang tak berarah dan membeku

Katakan saja, katakan dengan hatimu
Lewat lidah yang bersambung dengan akalmu
Ku kan mendengar senandungmu
Hingga saat diammu
Ku dengar detakmu
Jatungmu

Katakan pada jatungmu
Tentang dirimu
Rasamu
Asamu

Tak terasa hari ini tanggal 28 Januari 2011 tepat pukul 08.00
Aku sudah menikmati hidup selama 1.104.537.600 detik
Dimana dalam setiap ketukan nadiku,
sel darah merah dan sel darah putihku berkeliling,
berthowaf bertasbeh kepadaMu

Berjuta ton oksigen dan karbondioksida
keluar masuk memenuhi rongga rongga tubuhku, mengiringi Sang Hidup
bercengkerama  bersamaku
Bagaimana aku bisa dikatakan miskin, aku sangat kaya raya
bahkan pabrik oksigen dan karbon pun
belum tentu bisa menyamai belanjaku atas kebutuhan ini

Dan hari ini disaksikan alam raya dan juga alam rahsaku yang syahdu,
Aku menangisi perilaku yang sama sekali masih jauuuuh sekali
dari yang diharapkan atas kehidupan ini
Meski suara lembut itu senantiasa membimbingku,
namun nalar sasarku lebih mempesona
atas semua keputusan dunia ini

Wahai sang pemilik waktu…
Entah berapa waktu lagi yang Kau sisakan diperjalananku ini,
untuk aku bisa mengejar ketertinggalanku atas inginMu
Aku bersimpuh…
Dan tersimpuh dihadapanMu

Dihari yang indah ini,
ijinkan aku menghaturkan sembah sujudku, syukurku
Atas segala pesona semu sekaligus pesona keabadianMu
Serta ucap maafku kepada semua saudaraku,
sahabatku,dan kepada segala ciptaanMu
yang nampak maupun yang maya


Geliat malam mengunci bibir imaji
Menyentuh kelembutan dari lekuk-lekuk penuh arti
Malam sepi tak lagi terbagi
Lalu para pujangga mendaki langit tinggi

Terciptalah rayuan dan letupan dari genangan mimpi di tebing sunyi
Kelepak sayap nyanyian kesenangan burung merpati
Kunang-kunang berlari malam gelap semakin menjadi
Kerlip-kerlip pesonaya terlihat sedang menari
Malam dan langit yang tinggi

Angin menderu-deru dari jantung kehidupan
Layaknya aliran energi tak lagi terbendung
Gunung-gunung tersipu malu dalam tunduk
Dahan dan ranting menggelepar
Namun sang malam tetap diam tanpa bahasa
Ooh..
Alangkah sedihnya para malaikat di atap jiwa
Kenapa malam tak jua mengeluarkan desahannya tentang cinta?

Pesona kegelapan seolah bertepuk sebelah tangan
Angin menggeser gemuruhnya pada karang
Dahan dan ranting kembali sunyi
Tak lagi terdengar bisik kemesraan sang merpati
Malam kembali tanpa cahaya
Kembali kesepian seperti semula
Tanpa penghibur, tanpa kesenangan
Dan malaikat berkata
"Wahai sang malam, harusnya kau tak pasrah dalam diam"

1
Disetiap dinding semesta kucari nanar namamu
Disetiap jiwa kutanya dimana cintaku
Namun bisa dan diam kutemui
Dan aku berpesta disetiap jengkal tangis kematianku

2
Butiran tangis yang mengkristal kan ku ubah
Bukan tangis kematian
Tapi tangis karena kesejatian rasa
tanpa ada penyesalan

3
Air mataku telah menyentuh tanah
Telah mengalir dalam genangan darah
Dengan apa kau datang dan mengubah
Tangis darah ke airmata nirwana

4
Kuubah dengan rasa yang tak pernah ada habisnya
Seperti udara, air laut
Seperti cahaya mentari
Jika kau sangsi maka biarkan aku mati
.
.
.
in collaboration with
Senandung Kidung Sunyi

maapku yg tak mampu tuk bersama mu
maapku yg tak mampu jadikanmu yg terbaik
trimaksehku tuk smua rasa kasih dan sayank mu
yg nah kamu beri untuk aku

mungkin ini smua sudah takdir illahi
bila smua harus terakhiri
tak ada lagi yg bisa ku lakuakn tanpamu
ku hanya bisa mngatakan apa yg kurasa

ku menangis membyangkan betapa kejamnya dirimu lepas diriku
ku menangis melepas kepergian mu dari sisi hidupku
terlalu perih hati ini kau sakiti


maap kan jika ku harus tinggalkan dirimu
karna hatiku nah kau lukai
walau kau berharap tuk aku kembal
inamun hatiku tak mampu bersama mu
ku tak mungkin bersama dgn sbuah kebohongn hati
bersama namun tanpa cinta sejati

karna tak mudah bagiku tuk menerima u kembali
hader hiasii hatiku yg nah terluka ini
tak mudah bagiku tuk mnghapus kata
yang mampu buatku kecewa

kini di saat aku tlah terlupa olehmu
engkau berharap aku kembali
namun di mana kamu ketika ku terjatuh dan terinjak ?
di mana kamu ketika ku meneteskan air mataku ?
di mana kamu ketika ku menahan perih luka ini
di mana kamu ketika ku tak berdaya

MaaP ku bila ku tak mampu menerima mu kembali
maapku bila kata itu mbuatmu kecewa
karna itulah ungkapan hatiku
ku hanya mampu ucapkan
maap dan trimakaseh
kusmoga kau temui bahagia dalam hidupmu [-o<

Sejak kapan malam bernama malam, aku bertanya kepada malam. Kumulai menuliskan malam dengan kata malam. Mencari musik untuk dijadikan teman, lalu mencoba terbang. Sederhana, sepenggal malam selalu sederhana, seperti jalanjalan gelap terkesiap oleh langkah kaki, teriakanteriakan, lengkingan klakson, derit roda dan cengkeraman rem kendaraan. Seolah tertegun, mengunjungi sebuah kejutan kecil, sebentar dan kembali lagi kepada gelap yang terhampar.

Malam diam, memandangku dengan bola matanya yang pekat. Tangannya seolah terentang lebar, menanti tubuhku. Tapi aku tak bisa rebah, harus terus berdiri, sebisanya makin tinggi dari hari ke hari, berharap melihat seseorang yang mungkin sedang mencari, atau mungkin aku sedang mencari seseorang yang tak pernah kutemui. Malam tak peduli, hanya diam, merentangkan tangan.

“Malam membuat segalanya hitam putih.”

“Ya. Hitam putih.”

“Bayangbayang menari di dinding.”

“Ya. Menari.”

“Seperti api. Tak pernah berhenti menari.”

“Ya. Seperti api.”

Seseorang sedang membaca puisi, seseorang yang selalu bersembunyi di balik udara. Seseorang yang mengerti, jika kutemukan ia nanti, aku akan merajuk dan membenci udara selamanya. Takkan kuijinkan lagi udara memasuki rongga dada, mengalir dalam darah, membuat malam datang dan pergi melewati tubuhku. Aku akan beku.

Malam pasti sengaja diam, merentangkan tangan lebarlebar, agar aku lupa jalan pulang. Lupa seseorang pernah datang, lupa warnawarna cahaya, lupa bau tanah dan rumput basah. Malam tak ingin merasa siasia, aku purapura lupa segala yang diamdiam disembunyikan malam di balik udara.

Aku terus berdiri mengacuhkan tangan malam. Menulis di dinding, tentang seseorang yang memandang dari balik udara, menyalakan kembang api, melesat ke atas, kucoba menangkap kerlip yang berjatuhan, tak lagi peduli, tak lagi bertanya tentang malam. Malam dan udara mungkin sepakat membuatku lengah, atau buta, agar seseorang terus bersembunyi di balik udara. Bayangbayang menari di dinding, tak pernah berhenti, seperti api, api warnawarni*

Hei! kersani mengalir lah dikau
menjadi raksa Mengisi belikat punggungku
agar aku bisa berdiri Tegap dan segak Bagaikan laksmana Melayu

Hei! sepuluh helai daun sirih Ku gentas bersama
bunga cengkih jadilah dikau Darah merah pekat
mengisi uratku
agar bisa aku berlangkah Gagah dan tampan
bagaikan sijantan yang berkokok
Di mana bumi ku pijak
di situ langit ku junjung Alang-alang menyeluk pekasam
Biar sampai ke pangkal lengan
aku seru mentera pusakaku
Mentera semerah padi ...


Di mana bumi ku pijak
di situ langit ku junjung Alang-alang menyeluk pekasam
Biar sampai ke pangkal lengan
aku seru mentera pusakaku
Mentera semerah padi ...


sebelum waktuku tiba aku ingin membumbung tinggi seperti bintang yg terang
dan dapat di lihat dari air yg jernih
sebelum aku dapat menginginkan sesuatu kau telah memberikan sesuatu itu
tapi mengapa aku berlaku sombong kepadamu

senelum aku meminta kasih sayang kau beri kasih sayang itu kpadaku
kenapa aku lupa?

sebelum aku mengadu kau telah memberi jalan terbaik untukku

sebelum aku menuntut kau selalu memberi apa y aku minta

sebelum aku bertanya kau telah memberi pertolongn
engkau itu tuhanku
Allah
beri aku kesempatan U bersukur dengan sujud
berterimalasih dengan Hamdalah
memuji dengan zikir
berdoa dengan tulus
maafkan hambamu ini ya Allah
yg lalai dan sombong
ammin

ku merasakan ada yang mengalir hangat di bawah bola matamuternyata air ketuban yang melindungi cintaku
teruslah hidup dalam jantungku
itulah kalimat yang kau ucapkan saat menjengukku
yang membuatku bertahan hidup

air mataku mengalir hingga badanku bergetar
maafkan aku,aku hanya tak ingin merasa kesepian
aku hanya ingin menjaga desir angin di darahku

aku buta dalam kabut tebal
tetapi aku sendiri tidak tahu bagaimanakah tidak dapat melihat itu
dan seperti apakah melihat itu

di hatimu  aku senang bermain dengan cinta dan rindu
bermacam rasa rindu kau  taruh  di lantai yang mengakar
dan aku belajar mengingat semua cinta dan rindu yang kupegang
akan ku jilat, ku gigit, ku pegang, ku kupas, terserah aku
dengan cara itu aku bisa mengenali dirimu

kau  juga suka menaruh bunga di kamar tidur
kau  meletakkannya di tempat yang bisa kuraih
mulamula aku hanya menarik kelopak bunga dan mencabuti dedaunannya
tapi lamalama aku terlena dengan baunya
dan mulai merabaraba
inikah bunga itu?
aku langsung  menyukainya

sekarang aku mengerti kenapa bunga itu indah dan berduri
kau  juga mengenalkanku wangi suatu bunga
sehingga aku bisa mengenali bunga dari baunya

suatu pagi aku mendengar lagu tentang hujan  di siaran radio
akupun ingin naik di atas hujan dan menari
kau  mengajariku,
semula kau memintaku  menyentuh  air hujan yang menetes
lalu menuntunnya masuk ke dalam hatiku
terus duduk di atas luruhnya
ketika aku mencoba mendekapnya
aku terjatuh terjerembab
dan kau membiarkan aku terjatuh di bawah hujan yang membentang
ketika aku bisa menjadikannya pelangi
kau berlari ke arahku,membawa sejuta cerita yang akan ku petik
tentang kau dan aku


suram wajah sedari pagi terpampang
sorot cekung mata pasti tak lelap semalam
hanya binar tatapan kosong tepi ruang jalanan
keningnya kian berkerut di perut seriuh kendang
sebab isi piring masih jua tak berdamai dengannya

lapar belum jua terjamah
seolah kenyang semakin langka
hendak kemanakah lagi melangkah
jadilah seutas ingin menyambung nyawa

tempe tahupun seolah mendelik benci ditatapnya
secuil rasa seakan mahal tak jua terkulum nikmat

'tak sudi aku dimakannya, tak pernah dia menyapaku!', sekumpulan nasi memaki
dibarengi teriakan lauk pauk mengamini tak kalah lantang dengan tatapan sinis
'huh! pantas saja bajunyapun kumal sama sekali tak necis!
lebih baik kita singgah di perut buncit tuan berdasi!', sok pintar menyahut jua ikan teri

kemudian senyap seisi piring
nasi bersembunyi lagi di periuk ingin
sayur mayur lauk pauk menjauh direbut angin
terkulai kembali ringkih raganya ditelan malam nan dingin

Relief

(silahkan masuk saja)



pada ruang manula yang mulai sepi ditinggal legenda, tumbukan buku berjejer rapi di sebuah rak lemari tua, menunggu tangan lugu anakanak membuka lembar demi lembarnya, membaca risalah, menceritakan perjalanan seperti ibu yang mendongengkan kisah pada anaknya

jarum jam seolah bergetar menantikan kepolosan yang paling kanak, seperti puzzle hendak melekat,  setelah waktu menghimpun sejarah perlahan, sebagai ingatan bayi yang baru lahir, lalu memahatnya menjadi relief cerita, sepanjang dinding candi kehidupan, kita

mimpi akan selalu berbeda untukmu, untukku, mestinya rasa akan sama tapi lidah miliki caranya sendiri untuk berkata lain, seolah rambut di kepala, akan selalu ada halhal berbeda tanpa diduga, akan selalu baik untuk diterima dengan telanjang

segala cara dan sudut pandang yang manusia(wi), layaknya seperti anakanak sungai mencari ibunya, sebuah muara dan kamu mulai menghujaniku dengan ketidakan yang paling sinis mengeja abjad, sebuah judul buku lama

diamku adalah isyarat pertimbangan, kehilangan yang diamdiam, wahai engkau, mungkin ini saatnya memulangkan yang tertitip sepertiganya ketika kita tiba di sebuah jembatan, kita menukarnya dengan pelukan

ini hanya sebuah risalah, saat kita tak mampu menanaknya dari detik ke menit, memang tak selalu sama meski nafas akan sama dengan ritmenya tapi degup akan berbeda saat kemungkinan datang tibatiba, seperti letupan kembang api

meyakini takdir seperti saat terlahir seolah hembusan angin tanpa henti, akan ada pagi dengan matahari sewarna muda saat kita buka jendela, hinga matahari meredupkan matanya merebahkan tubuhnya, kembali sepakat memeluk gulita sebagai lingkaran hingga esok

keheningan malam, seolah sadar memulai sendiri, mengakhiri sendiri dan menuju sendiri, mengurung sepi,  meniadakan bayang meski ia terlalu karib menggenggam peta buta dan ia sebagai pengingat kita, menuju sunyi yang mati


Angan ku kembali jatuh luruh ke bumi pilu membiru ..

Ketika mimpi indah tiada lagi pernah menyata di altar jiwa ...

Ku simpan titik titik kekecewaan yang beralaskan pedih perih luka kelam masa lalu ...

Ku punguti serpihan demi serpihan mutiara retak di antara syair puisi puisi cinta ku yang kian melepuh karna terbakar amarah , ego , dan arogansi mu ...

Namun tetap lah ku abadikan cinta dan kasih sayang mu jauh di lubuk naluri terdalam ku ...
Ketika hiasan lukisan kenangan demi kenangan menari nari di pelupuk netra ku ...


Di dalam diam bisu malam ku yang panjang dan berdebu ..
Aku pun masih melafazkan doa doa suci bertaburkan kerinduan yang mendalam di pelataran sukma ..
Bahwa sesunggunya hati ini tlah terikat di jiwa mu ..
Dan jiwa mu pun tlah menyatu dalam aliran darah ku ..

Antara impian dan mimpi tlah mengarungi setiap helai helai nafas ku melebur menjadi satu di telaga hati ku ..

Mimpi tentang mu pun kian pupus merasuki detik detik yang ku lalui seakan indah ku rasa kala aku membayangkan kau dan aku menyatu di samudera biru cinta ku ..

Sehingga ...
Mencintai mu begitu perih ...
Menyayangi mu demikian pedih ...
Menyayangi mu sungguh pilu ...
Merindukan mu kian mematikan ...

Dan aksara indah ku pun membisu di kisi kisi dinding kalbu ku ...


Akhirnya ...
Jiwa raga ku kian melayang layang dengan segala hiasan pernak pernik mimpi ku yang berbunga di pulas tidur ku ...

Namun aku slalu menyadari dengan sepenuh hati ...
Ternyata aku hanya lah seorang SANG PEMIMPI ...

Oohh sungguh perih nian ....



sketsa hati

Komentar

Postingan Populer