hujan d hari ini
Kusam, kusut tampak wajah disudut taman kota. Diminumnya perlahan air dalam gelas yang putih tidak, coklat tidak, hitam juga tidak. Entah air apa itu yang diteguknya. Tapi dia nampak menikmati, kentara sambil senyum-senyum sendiri dia. Aku tak tahu itu karena minumannya atau karena lamunannya. Mulutnya bergumam seperti suara dengung seribu lebah.
Bajunya compang camping dan tak jelas pula warnanya, persis seperti air yang diminumnya, putih tidak, coklat tidak, hitampun juga tidak. Terus kuamati gerak-geriknya dari sudut yang berbeda ditaman kota itu. Tak tahu kenapa aku tertarik untuk terus memandangnya. Aku mencoba tajamkan pandangan dan coba temukan wajah dibalik kusut itu. Janggut dan kumisnya panjang hingga menyambung, sungguh menimbulkan rasa ngeri bila melihatnya, dalam bayanganku, dia seperti seorang perampok di film-film yang sering aku tonton di tv. Tapi tak juga kupalingkan mataku dari padanya.
Dengan terus mengamatinya aku menjadi terlupa apa tujuanku datang ke taman kota itu. Semulanya aku hendak melepaskan penat hati seraya menyepi menikmati perihnya luka batin ini. Dan dengan mengamatinya aku terlupa akan derita hati yang tlah kau ciptakan. Akupun terlupa tangisku semalam karena memendam rindu kepadamu.
Laki-laki itu masih terus saja menggumam bagai dengung seribu lebah dan tersenyum-senyum sendiri. Sesekali diamatinya gelas kotor berisi air yang diminumnya tadi. Tiba-tiba dia tertawa cekikikan seolah geli sendiri.
Aku tak tahu apa yang membuatnya demikian gembira, namun aku jadi ikut tersenyum karenanya. Sungguh, aku terlupa akan derita dan luka hatiku sendiri.
Sekonyong-konyong laki-laki itu berdiri dan tertawa keras sekali, suaranya menggema memenuhi seluruh taman kota.
"Hahahahahahaha...... aku bahagiaaaaaaaaaaaa........!!!" teriaknya lantang.
Aku terpana, dia yang minum air berwarna putih tidak, coklat tidak, hitam juga tidak, memakai baju compang camping yang serupa dengan warna air yang diminumnya, putih tidak, coklat tidak hitampun juga tidak dan menggumam bagai dengung seribu lebah itu merasa bahagia!! Sedangkan aku, yang memakai baju rapi dari merk terkenal dengan harga Rp. 300 ribu dan tadi pagi sarapan dengan roti sosis + susu coklat hangat merasa terluka dan sengsara begini......... Aku iri padanya..........
Seiring dengan bergulirnya waktu, aku terus bergerak, melangkah menyusuri titian hidup yang terbentang dihadapan.
Dan diselasarnya terhidang berbagai jamauan nasib dengan beraneka rasa. Ada rasa sepi, rasa suka, rasa duka dan sejuta rasa yang lain. Semua kusantap dengan lahap dan semua kunikmati bersama segala nuansa indah dan kelam yang tercipta...
Nafasku terkadang terasa sesak tertindih nampan takdir yang penuh berisi berbagai minuman... ada secawan cinta, secangkir dusta pun segelas pengkhianatan yang semua harus kuteguk...
Namun tawalah akhirnya sebagai hidangan penutupnya...
Satu hal yang aku percaya, semua jamuan dan hidangan itu pasti kan ada hikmah dan manfaatnya bagi tubuh dan jiwaku...
Diujung titian ini, kulihat ada setitik cahaya yang sangat indah... itulah titik yang aku tuju...
Kupastikan itu adalah cahaya Illahi....
---------------------------------------------------------------------------------------------
mohon maaf bagi teman yang tidak masuj dalam tag, bukan berati terlupa, namun semata karena keterbatasan kuota tag ini saja... aku menanti hadir kalian senantiasa... makaseh..
salam elok untuk semua....:)
Cinta ini ada
ketika dirimu mulai menyematkan puisi-puisi indah disetiap sudut dinding kamarku.
Cinta ini semakin tumbuh
saat dirimu yang tak pernah bosan menabur kristal-kristal yang berkilauan
diruang hatiku.
Dan aku tersanjung dengan caramu mencintaiku.
Seribu puisiku kurang satu,..
Kaulah bait terahir yang berhasil ku rebut
dari tangan angin
yang menyembunyikannya dibalik kabut
kini kita berdiri tepat disenja tengah bersaga
siluet tubuh kita seolah berpagar garis cakrawala
biar mentari ditelannya
karena cakrawala tak mau terhalangi
ketika melihat kita berpagut mesra
yang tanpa menghiraukan waktu
…………..sayang kamu.
Aku lingkarkan sebelah tangan
Dipinggang rampingmu yang beku
Erat, sungguh!
Senja memerah matanya karena marah
Tak mampu berbuat apa-apa,
waktu aku letakkan disakumu.
dan malam
hanya menunggu, bayangan kita
selepas bercumbu.
Duhai kekasih yang berdiri memenjara senja
Sandarkan lelah kepalamu dibahuku,
Sembari ku kecup lembut keningmu
Kecupanmu yang lembut itu
mampu menghentak isi dadaku
Ku buka mataku, ku hela nafas
seraya mengatur debaran dada
Ku simpulkan senyumku
dan ku bisikkan; "terima kasih cinta"
Kita berpagutan
Tepat saat senja digulung malam,
Dan pada kelopak matamu
Yang terkatub itu
Aku melihat gemintang
Yang baru turun dari ranjang
Apa yang kamu rasakan sayang?
Aku tak merasakan apa-apa
Hanya terasa desir halus bulan
Muncul dari serambi jantung
Sudah ah!!
Aku tidak tahan dengan debaran dada ini,..
Biarlah aku jatuhkan saja diriku dalam pelukan
Damaimu
Aku rebahkan kekasihku dalam kelembutan perasaan
Sebelum hentak jantungku didengar malam,
Karena setelah itu hasrat petanda cinta
Akan mengambil alih diri kita,
Jatuh dalam kesumatnya yang penuh kenikmatan
Bahasa yang hanya mampu diterjemah
Dalam desah dan kebisuan.
Simpan rapi hasrat indah itu
Jangan sampai mempermainkan getaran jantungmu
Aku ingin kau mengolah perasaanmu dengan caramu sendiri
Siapa dan apapun adanya dirimu
Kaulah lelakiku yang mengendalikan arah dari perahu kecil kita ini
Jangan lupa minum obat ya?
Telah aku hirup obatku
Langsung dari celah rekah bibirmu
Sayangku,…
Terasing
(masuk saja, silahkan)
Seperti pagi, siang dan senja sebagai sisi terang bumi. Gelapnya hanya malam. Saat lampulampu rumah dinyalakan. Suar berkedipan di menara. Memanggil perahu dan kapal untuk menanda. Arah.
Ada gelapterang seperti hitamputih. Jangan mencampurnya jadi abuabu, seperti warna awan menggulung mendung. Ragu menciptakan kemungkinannya. Jarak membangun ruang gelap dinding putih seolah penyeimbang. Atau seperti terang memetakan hitamnya pada bola mata.
Hati bergeming. Menenung musim dingin. Menengok sebarisan dosa yang gemuk. Memakan tubuh pahala yang asing.
Waktu menjelma seolah laron tua. Frustasinya menggila. Membenturbenturkan kepala di jendela kaca. Rasa sesal seolah penebus kesalahan. Penghapusan menjelma doa, menggapai nirwana tanpa terluka. Lalu tiada menjadi ada.
Berakhirnya kian dekati kita. Detik waktu kian nyaring. Maka diam sebagai pilihan. Mendamaikan tak harus jadi bedebah. Tapi merebahkan kepasrahan, kegalauan. Menusuk dusta yang sakit. Hingga darahnya menggenang, tenang.
Diam adalah sujud, ruku' dan takbirnya sebagai keyakinan ciptaan. Maka diamnya membangun sebuah ruang, iman. Seperti bumi yang menerima, seperti mayat ketika maut meraihnya. Ketiadaan menemu keadaan.
Dan diselasarnya terhidang berbagai jamauan nasib dengan beraneka rasa. Ada rasa sepi, rasa suka, rasa duka dan sejuta rasa yang lain. Semua kusantap dengan lahap dan semua kunikmati bersama segala nuansa indah dan kelam yang tercipta...
Nafasku terkadang terasa sesak tertindih nampan takdir yang penuh berisi berbagai minuman... ada secawan cinta, secangkir dusta pun segelas pengkhianatan yang semua harus kuteguk...
Namun tawalah akhirnya sebagai hidangan penutupnya...
Satu hal yang aku percaya, semua jamuan dan hidangan itu pasti kan ada hikmah dan manfaatnya bagi tubuh dan jiwaku...
Diujung titian ini, kulihat ada setitik cahaya yang sangat indah... itulah titik yang aku tuju...
Kupastikan itu adalah cahaya Illahi....
---------------------------------------------------------------------------------------------
mohon maaf bagi teman yang tidak masuj dalam tag, bukan berati terlupa, namun semata karena keterbatasan kuota tag ini saja... aku menanti hadir kalian senantiasa... makaseh..
salam elok untuk semua....:)
Dia antara kaum yang pasi
matahari memucat berpaling
sohibku, kusimpuh ditiap subuh
berharap pada Puisi pendeknya, Al-fatihah
memayung atas duniaku
menyimpuhkan sukma tengah baya.
menitikkan dzikir dari sudut mata
hingga seluruh kalimat membasahi
takbir tasbih serta tahmid
yang bermuara pada maghfirah
ayam berkotekan memecah ufuk
sejarah memekik, menukik kebenaran
maka melangkah tak berbelok
dari pandang ke mihrab adalah
jalan menuju pintuNya.
meretas jalan berpelita
menyorakkan kekangenan atas
kebahagiaan menang
masa bodoh dengan segala kepedihan itu
dengan rasa getir yg merambati hati
dengan rasa cemas yg melayang layang di otakku
masa bodo! aku tak peduli
lihat...
aku tak takut menghadapimu
walaupun kau berusaha menyiutkan nyaliku
melemahkan asa dan harapanku
aku takkan menyerah...
lihat...
akukan slalu tersenyum menyambut hari
beri nutrisi jiwa dengan doa doa bangkitkan asa
karna aku percaya...
slalu ada indah biru pagi setelah gelapnya malam
slalu ada senja damai setelah teriknya siang
bahkan mataharipun taklupa titipkan cahaya pada bulan
tuk terangi malamku
lalu...
harusukahku larut dalam semua rasa yg merusak jiwa...?
tidak...
roda terus bergulir
bumi terus berputar
waktu terus berjalan
hidup terus berlanjut
ku hanya harus semangat
berdoa dan berusaha
n_n
silahkan hitam mewarnai hariku masa bodoh!
karna aku percaya...
matahari memucat berpaling
sohibku, kusimpuh ditiap subuh
berharap pada Puisi pendeknya, Al-fatihah
memayung atas duniaku
menyimpuhkan sukma tengah baya.
menitikkan dzikir dari sudut mata
hingga seluruh kalimat membasahi
takbir tasbih serta tahmid
yang bermuara pada maghfirah
ayam berkotekan memecah ufuk
sejarah memekik, menukik kebenaran
maka melangkah tak berbelok
dari pandang ke mihrab adalah
jalan menuju pintuNya.
meretas jalan berpelita
menyorakkan kekangenan atas
kebahagiaan menang
masa bodoh dengan segala kepedihan itu
dengan rasa getir yg merambati hati
dengan rasa cemas yg melayang layang di otakku
masa bodo! aku tak peduli
lihat...
aku tak takut menghadapimu
walaupun kau berusaha menyiutkan nyaliku
melemahkan asa dan harapanku
aku takkan menyerah...
lihat...
akukan slalu tersenyum menyambut hari
beri nutrisi jiwa dengan doa doa bangkitkan asa
karna aku percaya...
slalu ada indah biru pagi setelah gelapnya malam
slalu ada senja damai setelah teriknya siang
bahkan mataharipun taklupa titipkan cahaya pada bulan
tuk terangi malamku
lalu...
harusukahku larut dalam semua rasa yg merusak jiwa...?
tidak...
roda terus bergulir
bumi terus berputar
waktu terus berjalan
hidup terus berlanjut
ku hanya harus semangat
berdoa dan berusaha
n_n
silahkan hitam mewarnai hariku masa bodoh!
karna aku percaya...
Dalam saku bajuku ada sekotak mungil penuh dejavu. Rajangan dahan pinus tersusun rapi, siap kusulut satusatu kapan saja kubutuh menghangatkan jariku. Bintikbintik rindu melekat di tiap ujungnya, aku tinggal menggoraskannya keraskeras pada lengan atau dadaku, crezz, kau menyala terang, mencairkan dingin dan beku nafasku,
Kaubawakan untukku nyanyian daundaun dan ranting, memetik angin. Orkestra hutan di bawah rembulan. Lenganmu tumbuh menjalar di manamana, siap mendekap erat, sayapmu mekar, lirih kau bertanya,” Hendak terbang kemana…”
Aku cuma bisa diam, menjaga nyalamu tak padam*
Kaubawakan untukku nyanyian daundaun dan ranting, memetik angin. Orkestra hutan di bawah rembulan. Lenganmu tumbuh menjalar di manamana, siap mendekap erat, sayapmu mekar, lirih kau bertanya,” Hendak terbang kemana…”
Aku cuma bisa diam, menjaga nyalamu tak padam*
Suaraku parau
Aksaraku tak lagi bermakna
Bulirnya menguap tak berjejak
Aku yg tertunduk bahkan tlah bersimpuh
Merendahkan diri di haribaanmu
Meretas tanya
Ntah apa yg merasukimu wahai bunga
Kemana kan kucari kelopak putih lembut yg kukenal dulu
Inikah warnamu kini
Biarlah kubawa sendiri kantung yg kau anggap beban ini
Kuseret terpaksa karna ku tak kuat memikulnya
Ke tepian tebing curam kucurahkan isinya
Hasrat, harap, puisi, canda, tawa dan tangis
Beriring airmata yg tersisa
Smoga cukup dalam tempat mereka bersemayam dibawah sana
Agar tak kulihat lagi bunga hati yg berguguran ini
Sembilu meninggalkan luka
Menikamku dari belakang
Sayatannya teramat dalam
elegi tntng mu
Aksaraku tak lagi bermakna
Bulirnya menguap tak berjejak
Aku yg tertunduk bahkan tlah bersimpuh
Merendahkan diri di haribaanmu
Meretas tanya
Ntah apa yg merasukimu wahai bunga
Kemana kan kucari kelopak putih lembut yg kukenal dulu
Inikah warnamu kini
Biarlah kubawa sendiri kantung yg kau anggap beban ini
Kuseret terpaksa karna ku tak kuat memikulnya
Ke tepian tebing curam kucurahkan isinya
Hasrat, harap, puisi, canda, tawa dan tangis
Beriring airmata yg tersisa
Smoga cukup dalam tempat mereka bersemayam dibawah sana
Agar tak kulihat lagi bunga hati yg berguguran ini
Sembilu meninggalkan luka
Menikamku dari belakang
Sayatannya teramat dalam
elegi tntng mu
rasa ini hadir
ketika syair-syairmu menggema dalam sketsa batinku
merangkai aksara dalam kumparan waktuku
merampas segala sakit yang telah ada didiriku
pada rona semesta lahir sebuah rasa yang tak berujung
menggores makna
di saat aku harus meninggalkan negeriku
di saat kilahku tak mampu lagi membendung asa
saat ini
setelah kupijak negeri orang
rona lembayung senja
selalu menghantarku untuk berdiri terpaku
pada sudut kota
pada sebuah tebing tinggi
pada sebuah hamparan pasir
menanti saat kupijak kembali negeriku
menanti saat kudapat melepas rindu
menanti saat kuharus memeluk erat dirimu
lelahku bertaruh masa
resahku terbentang waktu
gelisahku terhadang jarak
merindumu
disetiap waktuku
disetiap kilahku
disetiap aksaraku
disetiap kataku
disetiap tulisanku
tak terbantahkan
bahkan oleh Tuhan sekalipun
ribuan mil terbentang jarakku denganmu
ribuan menit terpisahkan aku olehmu
menggerus sedikit demi sedikit jiwaku
pada bahana kerinduan yang tak mampu kubendung
merangkai setiap aksara dalam kerinduan tak berujung
cinta tanpa batas
cinta tak bersyarat
cinta yang tak akan lekang oleh waktu
ingin kupeluk dirimu
ingin kuhampar segala rinduku
ingin kogores semesta dalam namamu
ingin kupampang sketsa wajahmu di setiap waktuku
ketika syair-syairmu menggema dalam sketsa batinku
merangkai aksara dalam kumparan waktuku
merampas segala sakit yang telah ada didiriku
pada rona semesta lahir sebuah rasa yang tak berujung
menggores makna
di saat aku harus meninggalkan negeriku
di saat kilahku tak mampu lagi membendung asa
saat ini
setelah kupijak negeri orang
rona lembayung senja
selalu menghantarku untuk berdiri terpaku
pada sudut kota
pada sebuah tebing tinggi
pada sebuah hamparan pasir
menanti saat kupijak kembali negeriku
menanti saat kudapat melepas rindu
menanti saat kuharus memeluk erat dirimu
lelahku bertaruh masa
resahku terbentang waktu
gelisahku terhadang jarak
merindumu
disetiap waktuku
disetiap kilahku
disetiap aksaraku
disetiap kataku
disetiap tulisanku
tak terbantahkan
bahkan oleh Tuhan sekalipun
ribuan mil terbentang jarakku denganmu
ribuan menit terpisahkan aku olehmu
menggerus sedikit demi sedikit jiwaku
pada bahana kerinduan yang tak mampu kubendung
merangkai setiap aksara dalam kerinduan tak berujung
cinta tanpa batas
cinta tak bersyarat
cinta yang tak akan lekang oleh waktu
ingin kupeluk dirimu
ingin kuhampar segala rinduku
ingin kogores semesta dalam namamu
ingin kupampang sketsa wajahmu di setiap waktuku
Cinta ini ada
ketika dirimu mulai menyematkan puisi-puisi indah disetiap sudut dinding kamarku.
Cinta ini semakin tumbuh
saat dirimu yang tak pernah bosan menabur kristal-kristal yang berkilauan
diruang hatiku.
Dan aku tersanjung dengan caramu mencintaiku.
Seribu puisiku kurang satu,..
Kaulah bait terahir yang berhasil ku rebut
dari tangan angin
yang menyembunyikannya dibalik kabut
kini kita berdiri tepat disenja tengah bersaga
siluet tubuh kita seolah berpagar garis cakrawala
biar mentari ditelannya
karena cakrawala tak mau terhalangi
ketika melihat kita berpagut mesra
yang tanpa menghiraukan waktu
…………..sayang kamu.
Aku lingkarkan sebelah tangan
Dipinggang rampingmu yang beku
Erat, sungguh!
Senja memerah matanya karena marah
Tak mampu berbuat apa-apa,
waktu aku letakkan disakumu.
dan malam
hanya menunggu, bayangan kita
selepas bercumbu.
Duhai kekasih yang berdiri memenjara senja
Sandarkan lelah kepalamu dibahuku,
Sembari ku kecup lembut keningmu
Kecupanmu yang lembut itu
mampu menghentak isi dadaku
Ku buka mataku, ku hela nafas
seraya mengatur debaran dada
Ku simpulkan senyumku
dan ku bisikkan; "terima kasih cinta"
Kita berpagutan
Tepat saat senja digulung malam,
Dan pada kelopak matamu
Yang terkatub itu
Aku melihat gemintang
Yang baru turun dari ranjang
Apa yang kamu rasakan sayang?
Aku tak merasakan apa-apa
Hanya terasa desir halus bulan
Muncul dari serambi jantung
Sudah ah!!
Aku tidak tahan dengan debaran dada ini,..
Biarlah aku jatuhkan saja diriku dalam pelukan
Damaimu
Aku rebahkan kekasihku dalam kelembutan perasaan
Sebelum hentak jantungku didengar malam,
Karena setelah itu hasrat petanda cinta
Akan mengambil alih diri kita,
Jatuh dalam kesumatnya yang penuh kenikmatan
Bahasa yang hanya mampu diterjemah
Dalam desah dan kebisuan.
Simpan rapi hasrat indah itu
Jangan sampai mempermainkan getaran jantungmu
Aku ingin kau mengolah perasaanmu dengan caramu sendiri
Siapa dan apapun adanya dirimu
Kaulah lelakiku yang mengendalikan arah dari perahu kecil kita ini
Jangan lupa minum obat ya?
Telah aku hirup obatku
Langsung dari celah rekah bibirmu
Sayangku,…
Terasing
(masuk saja, silahkan)
Seperti pagi, siang dan senja sebagai sisi terang bumi. Gelapnya hanya malam. Saat lampulampu rumah dinyalakan. Suar berkedipan di menara. Memanggil perahu dan kapal untuk menanda. Arah.
Ada gelapterang seperti hitamputih. Jangan mencampurnya jadi abuabu, seperti warna awan menggulung mendung. Ragu menciptakan kemungkinannya. Jarak membangun ruang gelap dinding putih seolah penyeimbang. Atau seperti terang memetakan hitamnya pada bola mata.
Hati bergeming. Menenung musim dingin. Menengok sebarisan dosa yang gemuk. Memakan tubuh pahala yang asing.
Waktu menjelma seolah laron tua. Frustasinya menggila. Membenturbenturkan kepala di jendela kaca. Rasa sesal seolah penebus kesalahan. Penghapusan menjelma doa, menggapai nirwana tanpa terluka. Lalu tiada menjadi ada.
Berakhirnya kian dekati kita. Detik waktu kian nyaring. Maka diam sebagai pilihan. Mendamaikan tak harus jadi bedebah. Tapi merebahkan kepasrahan, kegalauan. Menusuk dusta yang sakit. Hingga darahnya menggenang, tenang.
Diam adalah sujud, ruku' dan takbirnya sebagai keyakinan ciptaan. Maka diamnya membangun sebuah ruang, iman. Seperti bumi yang menerima, seperti mayat ketika maut meraihnya. Ketiadaan menemu keadaan.
sketsa hati
Komentar